๐๐ฎ๐ท๐ถ ๐๐๐๐จ๐ ๐ ๐๐ก๐๐ก,
๐๐ฒ๐ฝ๐ฎ๐น๐ฎ ๐ฃ๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐ป๐ด ๐๐ฎ๐บ๐ฎ๐ป๐ด (๐ญ๐ต๐ฌ๐ด)
๐ธ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ท๐๐๐ ๐ฐ๐๐๐๐ ๐ผ๐๐๐๐. ๐ธ๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ผ๐๐๐๐ข๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐ข๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ข๐. ๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐ข๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ข๐ ๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐โ.
Jika dalam rangkaian perang Padri ada jabatan Imam Parang (Imam Perang), maka dalam Perang Kamang dikenal jabatan Kapalo Parang (Kepala Perang). ๐๐ฎ๐ข๐ฎ ๐๐ข๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ข๐ฅ๐ณ๐ช ๐ข๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฉ ๐๐ถ๐ข๐ฏ๐ฌ๐ถ ๐๐ฎ๐ข๐ฎ ๐๐ฐ๐ฏ๐ซ๐ฐ๐ญ, sedangkan ๐ด๐ฆ๐ฅ๐ข๐ฏ๐จ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐๐ฆ๐ฑ๐ข๐ญ๐ข ๐๐ข๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ข๐ฎ๐ข๐ฏ๐จ ๐ข๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฉ ๐ ๐๐ฃ๐ฅ๐ถ๐ญ ๐๐ข๐ฏ๐ข๐ฏ
(65 tahun) dan Muhammad Kari Bagindo (25 tahun).
Boleh jadi kemunculan istilah โkepalaโ dalam khazanah jabatan-jabatan di Minangkabau kala itu dipengaruhi oleh cara Belanda. Belanda banyak sekali membuat jabatan baru dalam masyarakat, misalnya kepala laras, kepala nagari, kepala suku rodi.
Adapun jabatan Kapalo Parang yang disebutkan di awal tulisan merupakan jabatan baru dalam khazanah peperangan orang Minangkabau melawan Belanda. Istilah ini sedikit sekali muncul dalam literatur.
Jabatan Kapalo Parang bertemu dalam bait Nazam Perang Kamang yang ditulis oleh Haji Ahmad Marzuki tahun 1908. โkinilah takdir tuhan yang rahman/ ayah meninggal beserta tolan/ โKepala Parangโ orang namakan/ ajalpun sampai sudah lah bayan.
Haji Ahmad Marzuki tidak lain adalah putra dari Haji Abdul Manan yang disebut sebagai kepala parang itu. Perang kamang berlangsung malam hingga dini hari (memakan dua hari kalender), yaitu tanggal 15-16 Juni 1908. Ia sesuai informasi nazam tersebut gugur sebagai syuhadaโ.
Namun, tak banyak catatan yang tersedia tentang sosok Haji Abdul Manan Sang Imam Parang tersebut. Dalam episode perang pajak (perang belasting) boleh jadi namanya tenggelam di bawah nama Siti Manggopoh, pejuang antipajak dari Nagari Manggopoh, Agam sebelah barat. Siapakah Haji Abdul Manan?.
๐๐ฒ๐๐๐ฟ๐๐ป๐ฎ๐ป ๐ฃ๐ฒ๐ท๐๐ฎ๐ป๐ด ๐ฃ๐ฎ๐ฑ๐ฟ๐ถ
Nama kecilnya adalah Saidi. Ia putra Kampung Tangah, Jorong Pakan Sinayan, Nagari Kamang Mudiak, Kabupaten Agam. Ia wafat dalam perang Kamang dalam usia 65 tahun, ๐ต๐ถ๐ญ๐ช๐ด ๐๐ถ๐ด๐ญ๐ช ๐๐ฎ๐ณ๐ข๐ฏ (1985) ๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฎ ๐ฃ๐ถ๐ฌ๐ถ๐ฏ๐บ๐ข ๐๐ถ๐ฎ๐ข๐ต๐ฆ๐ณ๐ข ๐๐ข๐ณ๐ข๐ต ๐๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฐ๐ฏ๐ต๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐๐ข๐ซ๐ข๐ฌ 1908. Berdasarkan tulisan itu, diperkirakan ia lahir tahun 1843. Tak lama setelah Perang Padri usai.
Ayahnya Haji Ibrahim adalah murid dari Tuanku Nan Renceh. Setelah perang Padri, Haji Ibrahim dan kawan-kawannya seperjuangan menyelamatkan diri ke Malaysia dan menetap di Sungai Ujong Negeri Sembilan. Setelah situasi agak aman, Haji Ibrahim kembali ke Kamang menjemput Saidi untuk dibawa ke Malaysia. Hingga berkeluarga, ia menetap di Malaysia.
Gelar Haji Abdul Manan diperolehnya setelah setelah menunaikan ibadah haji tahun 1876. Ia berangkat ke Makkah bersama ayahnya. Di Makkah itulah Haji Ibrahim berwasiat kepada Haji Abdul Manan agar kembali ke kampung halaman untuk meneruskan perlawanan Tuanku Nan Renceh untuk mengusir Belanda.
Tak sulit rasanya menjelaskan nasabnya dengan para pejuang Padri, terutama di era Tuanku nan Renceh. Setiap anak di Minangkabau mempunyai dua kerabat, yaitu kerabat dari jalur ibu, yang disebut Kaum dan kerabat dari jalur ayah, yang disebut Bako. Setelah kedatangan Islam, muncullah kekerabatan ketiga, yaitu kekerabatan murid dengan guru.
Pada tahun 1877, Haji Abdul Manan kembali ke tanah air. Ia tidak langsung pulang ke Kamang, tetapi menetap beberapa bulan di rumah isterinya di Bukit Batabuh, Ampek Angkek. Di sinilah ia belajar memahami situasi dalam negeri.
Di Bukit Batabuah ia banyak belajar kepada Marzuki Datuk Bandaro Panjang Laras Banuhampu yang diketahui menetang kebijakan tanam paksa kopi dan kerja rodi. Klop sudah, Haji Abdul Manan mendapatkan kawan seperjuangan. Ibaratnya ini adalah konsolidasi keturunan pejuang Padri.
๐จ๐น๐ฎ๐บ๐ฎ ๐ฆ๐๐ฎ๐๐๐ฎ๐ฟ๐ถ๐ฎ๐ต
Tak lama di Bukit Batabuah, ia kemudian pindah menetap di Kamang. Di Kamang ia membuka surau untuk mengajarkan agama. Ia mengajar tarekat dan juga keterampilan silat, keahlian pedang dan sebagainnya. Pengaruh besar karena ia tak membatasi diri dalam pergaulan. Bahkan dengan parewa sekalipun.
Salah satu ciri khas masyarakat Minangkabau dahulu adalah dekat dengan dunia tarekat. Jejak tarekat dalam masyarakat dapat dilihat aneka jenis wirid dan zikir yang mereka amalkan, minimal setelah ibadah shalat.
Tak mengherankan jika sebagian besar para pemimpin muslim di Indonesia, juga menjadi pengikut ajaran tarekat, ๐ต๐ถ๐ญ๐ช๐ด ๐๐ข๐ณ๐ต๐ช๐ฏ ๐๐ข๐ฏ ๐๐ณ๐ถ๐ช๐ฏ๐ฆ๐ด๐ด๐ฆ๐ฏ, ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐ถ๐ญ๐ช๐ด ๐ฃ๐ถ๐ฌ๐ถ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ซ๐ถ๐ฅ๐ถ๐ญ ๐๐ช๐ต๐ข๐ฃ ๐ฌ๐ถ๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ, ๐๐ฆ๐ด๐ข๐ฏ๐ต๐ณ๐ฆ๐ฏ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ข๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ข๐ต: ๐๐ณ๐ข๐ฅ๐ช๐ด๐ช-๐ต๐ณ๐ข๐ฅ๐ช๐ด๐ช ๐๐ด๐ญ๐ข๐ฎ ๐ฅ๐ช ๐๐ฏ๐ฅ๐ฐ๐ฏ๐ฆ๐ด๐ช๐ข (1999).
Kata Rusli Amran, Haji Abdul Manan adalah ulama tarekat Syattariah. ๐๐ข๐ญ ๐ช๐ฏ๐ช ๐ด๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฅ๐ข ๐ฅ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐ต๐ถ๐ญ๐ช๐ด๐ข๐ฏ ๐๐ถ๐ฅ๐ณ๐ฆ๐บ ๐๐ข๐ฉ๐ช๐ฏ (2005) ๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฎ ๐ฃ๐ถ๐ฌ๐ถ๐ฏ๐บ๐ข ๐๐ข๐ณ๐ช ๐๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฐ๐ฏ๐ต๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ฆ ๐๐ฏ๐ต๐ฆ๐จ๐ณ๐ข๐ด๐ช: ๐๐ถ๐ฎ๐ข๐ต๐ฆ๐ณ๐ข ๐๐ข๐ณ๐ข๐ต ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ฐ๐ญ๐ช๐ต๐ช๐ฌ ๐๐ฏ๐ฅ๐ฐ๐ฏ๐ฆ๐ด๐ช๐ข 1926-1998. Audrey Kahin mengutip George Mc Turnan Kahin (1952) mengatakan bahwa perang pajak (termasuk perang Kamang) dipimpin oleh ulama terutama dari aliran tarekat Syattariah.
Syekh Jalaluddin Fakih Shagir dalam naskah yang disunting oleh Sjafnir Abu Nain (2004) mengatakan bahwa Kamang adalah salah satu pusat tarekat Syattariah. Tarekat ini dikembangkan oleh Tuanku Nan Tuo di Kamang.
Berdasaikan informasi di atas, bagaimana Haji Abdul Manan menjadi ulama tarekat Syattariah tak terlalu sukar untuk dijelaskan. Ia hidup di dalam masyarakat Syattariah sekaligus menjadi pemimpin agama dalam masyarakat tersebut.
๐๐บ๐ฎ๐บ ๐ฃ๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐ป๐ด
Pada tanggal 21 Februari 1908, Belanda menerbitan tiga peraturan sekaligus. Peraturan Pemerintah No. 93, 95 dan 96 itu dimuat dalam Lembaran Negara 5 hari kemudian dan harus berlaku pada tanggal 1 Maret berikutnya.
Peraturan Pemerintah No. 93 sebagaimana ditulis Rusli Amran berisi penetapan pajak 2% terhadap semua penduduk di Sumatra Barat yang disebut “pajakโatas perusahaan dan pemasukan-pemasukan lainnya” atau pajak pencarian. Peraturan ini tentu saja menuai protes dari masyarakat Minangkabau.
Tak hanya pajak diri, pemasukan dari harta pusaka juga diberlakukan pajak. Mamak bertanggungjawab membayar pajak harta pusaka atas kaumnya. Jika pajak tidak dibayar, harta pusaka boleh disita dan dalam banyak kasus, ninik mamak banyak yang diancam penjara atau diasingkan. Berlapis tiga pajaknya, pemotongan hewan sapi, kerbau dan kuda juga dikenakan pajak 3 gulden.
Betapa tidak โmehaโ masyarakat Minangkabau kala itu. Apalagi sejak zaman Taylor Weber, Residen Belanda di Sumatera Westkust berjanji dan sering menasehati Gubernur Jenderal Van Heutzs agar harta pusako di Minangkabau jangan sekali-kali diganggu gugat. Taylor Weber segera mengundurkan diri setelah peraturan pajak ini diumumkan. Dia tak mau bertanggung jawab atas segala akibatnya. tulis Amran.
Haji Abdul Manan ikut aktif dalam aksi penolakan pajak ini. Ia turut dalam berbagai rapat yang dihadiri oleh utusan-utusan dari Agam Tuo, Lubuak Basung, Manggopoh, Padang Panjang, Batu Sangkar dan lain-lain. Termasuk rapat tanggal 2 Juni 1908 di mesjid Taluak di Kamang yang dipimpin oleh M. Saleh Datuak Rajo Panghulu.
Semua utusan sepakat dan dengan kebulatan tekad melancarkan aksi untuk menantang peraturan pajak. Masyarakat ikut mendukung. Di banyak tempat mulai bertebaran selebaran anti pajak. Hal ini membuat geram Westenenk, Controleur Oud Agam (Agam Tuo).
Laras Banuhampu misalnya terang-terangan menyatakan ketidaksanggupan rakyat membayar pajak. Di Baso, Canduang dan Ampek Angkek, sekitar 200 orang penduduk melakukan longmarch, berunjuk rasa. Kian lama jumlahnya kian banyak. Westenenk panik. Pengunjukrasa dan para penghulu banyak yang ditangkap dan dipenjarakan di Padang.
Selain unjuk rasa, juga mulai terdengar seruan perang sabil dan mati syahid. Di surau-surau terdengar orang meratib. Banyak orang yang mulai menuntut ilmu kebal peluru. Seruan yang paling kuat berasal dari Kamang. Agaknya semangat Padri Tuanku Nan Renceh masih bergema meski telah berlalu tiga perempat abad.
Di sinilah agaknya jabatan Imam Parang yang disandang Haji Abdul Manan bermula. Ia punya pengikut yang banyak dari berbagai daerah. Melebih pengaruh penghulu yang tentu saja selingkar kaum, atau setidaknya selingkar nagari.
๐๐ธ๐ต๐ถ๐ฟ ๐ต๐ถ๐ฑ๐๐ฝ ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐๐บ๐ฎ๐บ
Karena pengaruhnya yang besar itulah Westenenk berencana menangkapnya. Sebuah tuduhan sudah disiapkan, yaitu memprovokasi rakyat melawan pemerintah Belanda, dengan cara membagi-bagi jimat kebal peluru.
Haji Ahmad Marzuki dalam bait Nazam Perang Kamang menulis tuduhan itu. โdan lagipula waktu itu, beliau tertuduh di zaman itu, memberi azimat satu persatu/ tiap orang kabarnya ituโ. Tuduhan itulah yang berujung penggrebegan tanggal 15-16 Juni 1908 yang berakhir serangan brutal yang menewaskan Haji Abdul Manan.
Dengan ringan saja Westenenk menulis dalam laporannya, โternyata bahwa kepala penjahat ini memang secara kebetulan kena peluru di halaman rumahnya, dari mana dia menyaksikan pembantaian para pengikutnya yang berdiri di sampingnya, tertembak oleh kita.โ
Luasnya pengaruh Haji Abdul Manan ditulis oleh putranya Haji Ahmad Marzuki dalam bait Nazam Perang Kamang. Kata Marzuki, sesudah Haji Abdul Manan dikuburkan โSampai seminggu tidak berhenti/ orang yang datang di sana sini/ mano yang datang ber rami-rami/ tidak tentu namo nagari.
๐๐ฎ๐น๐ฎ๐ป ๐๐ฒ๐ฟ๐ฝ๐๐น๐ฎ๐ป๐ด
Imam Parang sepertinya sebuah pilihan Haji Abdul Manan dalam berjuang. Seperti pendahulunya Tuanku nan Renceh. Demikian kesaksian Haji Ahmad Marzuki tentang pilihan ayahnya dalam nazamnya โjangan takut hidup kan mati/ kito terjajah salamo ini.โ
Sebuah pilihan yang berbeda dengan ulama lain semasanya. Semisal cerita Buya HAMKA dalam bukunya Ayahku, Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera (1982).
Ia bercerita tentang pendirian Syekh Abbas, H. Daud Rasyidi Balingka, Haji Rasul tentang belasting ini. Syekh Abbas mengatakam, โPada hemat kami pemberontakan tidaklah akan membawa hasil, sebab alat perlengkapan senjata tidak seimbang, lagi pula laras-laras dan pengulu-pengulu sudah banyak yang termakan budi dari Belanda.โ
โSebab itu yang akan mematahkan perjuangan bukanlah orang Belanda. Melainkan bangsa sendiri yang bernama “Belanda Hitam”. Dalam satu pertemuan di antara kami timbullah kesatuan pendapat, lebih baik kita pindah saja ke “Kelang” tanah Melayu,โ lanjutnya.
Inilah jalan perjuangan Haji Abdul Manan. Ia pulang kampung meninggalkan Malaysia untuk melanjutkan perang yang sudah diteroka oleh pendahulunya. Sekaligus perang yang mejadi jalan pulangnya ke alam baqaโ.(*)
Penulis: ๐ ๐๐ต๐ฎ๐บ๐บ๐ฎ๐ฑ ๐ก๐ฎ๐๐ถ๐ฟ
Dosen Fakultas Adab & Humaniora UIN Imam Bonjol