๐——๐—ผ๐˜€-๐—ฑ๐—ผ๐˜€-๐—ฑ๐—ผ๐˜€: ๐—”๐—ป๐—ธ๐˜‚๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—•๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ-๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ ๐— ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐˜„๐—ฎ๐—ป ๐—ญ๐—ฎ๐—บ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฆ๐˜‚๐—บ๐—ฎ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ ๐—•๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐˜, ๐—”๐—ฏ๐—ฎ๐—ฑ ๐—ซ๐—œ๐—ซ & ๐—ซ๐—ซ

๐——๐—ผ๐˜€-๐—ฑ๐—ผ๐˜€-๐—ฑ๐—ผ๐˜€:
๐—”๐—ป๐—ธ๐˜‚๐˜๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—•๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ-๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ ๐— ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐˜„๐—ฎ๐—ป ๐—ญ๐—ฎ๐—บ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฆ๐˜‚๐—บ๐—ฎ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ ๐—•๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐˜, ๐—”๐—ฏ๐—ฎ๐—ฑ ๐—ซ๐—œ๐—ซ & ๐—ซ๐—ซ

Bendi yang ditarik kuda, atau kuda-bendi, atau dos, atau dokar, mulai populer digunakan di Sumatera Barat ketika โ€œjalan raya mulai bagusโ€. Sekurang-kurangnya itu berlangsung setelah memasuki paro kedua abad ke-19, ketika pemerintah Belanda memulai proyek-proyek jalan raya di kawasan ini, dan mencapai puncaknya pada akhir abad tersebut.

Sebelum itu, moda transportasi lebih banyak diperankan oleh kuda tanpa pasangan (baik kuda beban maupun kuda tunggangan) dan buruh/kuli angkut. Sebelum membahas bendi lebih jauh, perlu diuraikan terlebih dahulu perkembangan moda transportasi yang populer sebelum bendi menjadi angkutan massal.

๐—ž๐˜‚๐—น๐—ถ ๐—”๐—ป๐—ด๐—ธ๐˜‚๐˜ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ž๐˜‚๐—ฑ๐—ฎ ๐—•๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป

Minangkabau berada di bagian tengah pulau Sumatera. Pusat Minangkabau adalah daerah tiga โ€˜luhakโ€™ yang subur. Berada di pedalaman, daratan tinggi (darek) ini dilingkari barisan-barisan pegunungan menjulang yang beberapa di antaranya aktif menyemburkan abu vulkanik. Dengan bentangan alam seperti itu, secara sekilas wilayah ini tampak terisolir dari dunia luar. Tetapi anggapan itu keliru belaka ketika mengetahui bahwa orang Minangkabau memiliki tingkat mobilitas yang tinggi sepanjang kehadiran mereka dalam sejarah.

Mobilitas antara pusat Minangkabau dengan wilayah di luarnya terjadi karena dorongan kultural: etos Minangkabau yang mendorong orang untuk melakukan โ€˜pengembaraanโ€™ atau secara lebih populer kemudian dikenal sebagai ‘Merantauโ€™.

Pada kurun tertentu, etos ini didorong semakin aktif oleh gejolak-gejolak politik. Tetapi, lebih dari itu, mobilitas akan lebih banyak disebabkan oleh stimulus ekonomi. Sepanjang abad ke-16 sampai abad ke-19 , mobilitas itu lebih banyak didorong oleh yang terakhir disebutkan.

Hubungan timbal-balik antara pusat-pusat penghasil komoditas dagang di pedalaman dan pasar-pasarnya di kota-kota pesisir pantai adalah pemicu utama mobilitas orang Minangkabau sepanjang kurun di atas. Daerah pedalaman adalah daerah utama penghasil emas di Sumatera sejak masa yang lebih jauh di belakang, belum lagi karena memiliki tanah yang subur kawasan itu juga menghasilkan komoditas-komoditas penting bagi pasaran dunia, semisal cengkeh dan lada, kopi dan akasia. Sementara pasar-pasarnya yang penting berjejer di sepanjang pesisir pantai, terutama pantai barat. Bandar-bandar utamanya seperti Padang, Pariaman, Tiku dan Air Bangis, menjadi tempat โ€˜pengkapalan-pengkapalanโ€™ emas dan hasil-hasil pertanian itu ke pasar dunia. Bandar-bandar itu dikunjungi para pedagang dari berbagai bangsa untuk melakukan transaksi dagang yang di sana pula kongsi-kongsi dagang Eropa bercokol menjalankan praktik ekonominya.

Untuk mendukung mobilitas itu, hubungan ke kota-kota dagang di pantai barat praktis tidak dapat dilakukan lewat jaringan sungai. Penduduk pedalaman Minangkabau hanya dapat memanfaatkan jaringan jalan dagang/jalan setapak menuju ke wilayah rantau pesisir baratnya itu. Karena sungai-sungainya tidak dapat dilayari, angkutan darat lebih berperan di sini, yang sepanjang abad ke-16 hingga ke-19 hanya didominasi pengangkutan menggunakan kuda maupun manusia. Pembicaraan selanjutnya akan lebih difokuskan kepada moda angkutan darat sebagai moda transportasi yang dipakai untuk menghubungkan pedalaman Minangkabau dengan pesisir pantai (kuhusunya pantai barat Sumatera) sebelum paro pertama abad ke-19, tepatnya sebelum bendi diperkenalkan sebagai sarana transportasi massal yang populis.

Pesisir barat Sumatera sendiri mulai ramai dilirik setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada awal abad ke-16.[3] Sebelum itu, perdagangan ke pantai timur lebih menjadi primadona, termasuk bagi orang Minangkabau.

Orang-orang Minangkabau membawa emas dan lada mereka melalui jalur-jalur sungai yang menjalar hingga ke muara-muara Selat Malaka, untuk kemudian diperdagangkan di bandar-bandar pesisir timur seperti Jambi, Palembang, ataupun di Malaka sendiri. Namun, kejatuhan Malaka membuat pantai timur mulai tidak dilirik karena, hal ini mestimulasi tumbuhnya kota dagang baru. Aceh yang terletak di ujung utara [dengan bandar utamanya di sisi pesisir barat] Sumatera mulai bangkit dan menguasai rute dagang, yang kehadirannya menstimulasi pertumbuhan kota-kota dagang di selatannya, termasuk di pesisir barat Minangkabau.

Untuk kasus Minangkabau, pedalaman dan pesisir menjalin hubungan timbal-balik: sebagian besar komoditas ekspor didatangkan dari produksi di pedalaman, sebaliknya sebagian besar barang-barang yang diimpor ke kota-kota pantai dikonsumsi penduduk pedalaman.

Pada periode abad ke-16 hingga awal abad ke-19, hubungan kota-kota pantai barat dan daerah pedalaman itu dilakukan melalui transportasi darat. Prasarananya adalah jaringan jalan setapak. Sebelum pemerintah kolonial Belanda membangun jaringan jalan raya, setidak-tidaknya terdapat 12 rute jalan setapak yang menghubungkan kota-kota pantai dengan daerah pedalaman, dari ujung utara Minangkabau hingga ke daerah-daerah paling selatan, termasuk ke tanah Batak yang lebih ke utara lagi. Jalan-jalan setapak itu, tulis Asnan, dimanfaatkan sebagai jalan dagang. Orang-orang yang memanfaatkan jalan ini biasanya adalah para saudagar.

Jalan-jalan setapak ini hanya bisa dilalui oleh orang dan kuda beban. Untuk itu, sarana transportasi pada periode ini dimainkan oleh peran kuda dan manusia: peran manusia terepresentasi pada kuli angkut; peran kuda terepresentasi pada kuda-beban & kuda-tunggangan.

Dalam kurun perdagangan pantai, pengangkutan oleh manusia diperankan oleh para kuli angkut. Mereka tidak hanya memanggul barang, tetapi kadang juga memanggul manusia dengan menggunakan tandu. Untuk yang pertama, para kuli itu biasanya membawa barang milik para saudagar. Barang-barang biasanya dibawa dengan cara memikul di atas pundak atau kepala mereka. Asnan mencatat bahwa kuli angkut ini terdiri dari penduduk pribumi dan ada juga dari penduduk Nias. Setiap orang rata-rata bisa membawa barang dengan cara ini seberat 25-30 kg. Sementara untuk yang kedua, diperankan oleh budak-budak belian, yang memanggul tandu-tandu yang digunakan untuk mengangkut raja-raja atau para penghulu.

Di Minangkabau, pada pertengahan abad ke-17 hingga awal abad ke-18, masih ditemukan budak-budak yang menghamba kepada keluarga raja Pagaruyung disebabkan karena mereka melakukan suatu tindakan kejahatan berat seperti melakukan pembunuhan.

Christine Dobbin mencatat, bahwa pada kurun tersebut di dataran tinggi Minangkabau masih sering ditemui budak-budak raja yang menjadi budak karena kejahatannya dan telah dibuang dari keluarganya. Dobbin mencatatkan bahwa terdapat dusun-dusun kecil pemukiman budak di dekat istana Pagaruyung karena pelaku kejahatan yang terhukum lalu mencari perlindungan di istana. Hingga pada dekada awal abad ke-19, di Minangkabau masih ditemukan budak-budak yang menjadi budak karena ditawan atau kalah perang. Budak-budak belian itu dimanfaatkan untuk mengerjakan berbagai pekerjaan. Budak-budak ini adalah tawanan perang yang dibawa dari Batak, sebagai hasil dari penyerangan padri ke utara, ke daerah sekitaran Mandailing dan Angkola. Mereka di antaranya menyerjakan sawah-sawah orang-orang Padri di dataran tinggi Minangkabau atau memikul karavan dagang (sebagai kuli panggul) milik tuanku-tuanku Padri dari dataran tinggi ke pesisir barat, termasuk sebagai tukang panggul tandu.

Selain peran manusia, sarana transportasi yang juga penting pada periode ini adalah kuda. Bagi masyarakat Minangkabau tradisional, kuda menduduki posisi yang terhormat. Binatang satu ini lambang maskulinitasโ€”keperkasaan dan kekuatan. Penaklukan dan perang dalam sejarah didukung oleh kekuatan kuda. Dalam episteme Minangkabau, representasi kuda adalah Si Gumarang, kuat lagi keramat, yang โ€˜mengawalโ€™ keluarga kerajaan dalam perang-perang mereka; misalnya, ikut serta dalam rombongan penjemput Puti Bungsu, membawanya dengan selamat ke Pagaruyung. Gumarang menjadi representasi bagi kekuatan mobilitas.

Di periode perdagangan pantai, kuda menjadi alat transportasi yang penting, baik sebagai kuda beban maupun sebagai kuda tunggangan. Yang pertama untuk mengangkut barang, yang kedua untuk mengangkut manusia/orang. Menurus Asnan, kuda beban bisa mengangkut barang seberat 1 sampa 1,5 kuintal. Sementara kuda tunggangan hanya mungkin mengangkut paling banyak dua orang.

Kuda yang dipakai untuk pengangkutan barang biasanya adalah jenis โ€˜kuda sawahโ€™, kuda dengan postur yang relatif lebih kecil. Kuda kategori ini biasanya sedikit lebih besar dari keledai, sehingga bukan merupakan kuda yang unggul. Sementara sebagai kuda tunggangan, dipakai kuda yang lebih unggul dan kuat dengan postur yang lebih besar, dan tentu saja dengan harga jual yang juga lebih mahal. Kuda ini biasanya untuk ditunggangi kaum elite karena nilainya itu, yang dengan begitu logis belaka jika hanya orang-orang tertentu yang dapat bermobilitas dengan kuda, sementara orang kebanyakan lebih banyak berjalan kaki.

Baik kuda sebagai tunggangan maupun alat angkut barang terus menjadi penting artinya bahkan pada periode awal kolonial, di mana di antaranya digunakan pegawai artileri (officer artilerie) Belanda dalam perang dengan kaum Padri; begitu pun sebaliknya, pasukan Padri juga menggunakan kuda sebagai kendaraan tempur. Selama masa Padri, kuda menjadi kendaraan penting untuk mobilitas selama perangโ€”berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pada masa ini, โ€œMemelihara ternak lebih2 kuda, diadjarkan dengan seksama, begitu pula mengendarai kuda,โ€ begitu tertulis dalam buku Minangkabau Tanah Adat, sebuah catatan pelancongan yang ditulis tahun 1955 oleh seorang penulis perempuan bernama Limbak Tjahaja. Bahkan, pasca perang Padri, setelah perang nyaris tidak ada lagi, beberapa kepala negeri, demang, tuanku laras, dan keluarga pembesar pribumi tetap memakai kuda sebagai kendaraan kebesaran. Tidak hanya bagi pribumi, dalam upacara-upacara di Gubernemen, kuda juga menjadi tunggangan bagi pembesar-pembesar Belanda. Kondisi ini setidak-tidaknya terus berlanjut hingga prasarana transportasi semakin baik dengan dibangunnya jalan raya yang lebih bagus yang memungkinkan hadirnya sarana transportasi baru yang lebih efektif untuk pengangkutan barang maupun orang.

๐—๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ป ๐—ฟ๐—ฎ๐˜†๐—ฎ ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ ๐˜€๐˜๐—ถ๐—บ๐˜‚๐—น๐˜‚๐˜€ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐˜‚๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—ต๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ฎ ๐˜๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐˜€๐—ฝ๐—ผ๐—ฟ๐˜๐—ฎ๐˜€๐—ถ

Proyek jalan tidak dimulai secara besar-besaran sebelum abad ke-19. Sebelum abad itu, untuk menghubungkan antar daerah yang jauh, hanya terdapat โ€˜jalan dagangโ€™, jalan setapak kecil, sebagai yang telah disinggung juga di muka. Lewat jalan itulah, mobilitas orang dan barang berlangsung. Kondisi jalan yang tidak memadai (belum dikeraskan atau tidak cukup lebar) hanya memungkinkan perjalanan dan pengangkutan ditempuh dengan kuda (beban maupun tunggangan) dan kuli angkut.

Proses kolonial-lah yang kemudian menumbuh-kembangkan jalan raya; yang berhasil โ€˜menyatukanโ€™ nagari yang terpecah-pecah itu ke dalam satu otoritas tunggal bernama kekuasaan kolonial. Dan itu dimulai pada awal abad ke-19, ketika pemerintah kolonial Belanda memasuki daratan tinggi Minangkabau untuk terlibat dalam perseteruan dengan kaum Padri, yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Padri. Asnan, dalam artikel lain, menulis bahwa untuk mendukung gerak-laju (mobility) tentara Belanda dalam Perang Padri, dibutuhkan pembangunan/ perbaikan jalan. Gubernur Johannes van den Boschโ€™s datang ke Sumatera Barat pada 1833 dan mencanangkan pembangunan jalan yang luas. Untuk memuluskan โ€˜perjalananโ€™ menuju kemenangan dalam Perang Padri, van den Boschโ€™s meminta elit-elit lokal untuk membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan kota utama, Padang dengan kota-kota satelitnya. Selama dan setelah Perang Padri, orang-orang diarak Belanda pergi berrodi untuk membangun jalan-jalan raya itu. Nagari-nagari hampir seluruhnya dapat jatah dan tanggungjawab memenuhi kouta rodi. Datuk-datuk berperan sebagai โ€˜tukang arakโ€™, jika ada kemenakan yang mangkir rodi, akan didenda atau dipasebankan (dipenjara). Suatu praktik yang nyaris dapat diramalkan tidak akan dapat terlaksana pada masa sebelum itu karena ketiadaan otoritas tunggal.

Hubungan dengan Padang Panjang lewat Lembah Anai dibangun di atas jalan dagang, jalur dagang tradisional yang pernah ada. Pembangunannya dimulai 1833 dan diselesaikan pada 1841. Di periode yang sama, pemerintah juga membangun jalan yang menghubungkan antara Pandang Panjang dan Bonjol via Padang Luar dan Matue. Dari Padang Luar pembangunannya diteruskan ke Bukittinggi dan Payakumbuh. Kota yang pertama disebutkan adalah pusat militer kolonial Belanda di Daratang Tinggi, sementara yang terakhir adalah pusat aktivitas ekonominya.

Pada pertengahan 1830an, dari pesisir utara Padang telah terbentang jalan ke Pariaman, Tiku , Maninjau dan Matueyang bertemu dengan jalan Padang-Panjang ke Bonjol. Sementara untuk rute Solok-Alahan Panjang, Solok-Batipuh, Solok-Sijunjung, Sijunjung-Batu Sangkar and Buo, and Air Bangis-Lundar, mulai dikerjakan dalam proyek pembangunan jalan tahap kedua, dimulai pada 1844 dan diselesaikan pada 1860. Para periode ini, pemerintah juga membangun rumah-rumah peristirahatan (rest houses) bagi para pejalan dan juga sebagai tempat menyegarkan kuda (fresh horses) untuk kuda beban.

Seiring pertumbuhan pesat jalan raya inilah, variasi moda transportasi pun tumbuh. Kuli angkut dan kuda beban masih populer, tetapi pedati dan bendi menjadi primadona baru moda transportasi. โ€œ๐˜๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ต๐˜ช๐˜ฐ๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ค๐˜ฐ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฆ๐˜ด ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฅ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ค๐˜ฌ๐˜ฉ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ด, ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ด ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ด๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ต ๐˜ข๐˜ต ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต ๐˜ต๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฆ ๐˜ธ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ง๐˜ง๐˜ข๐˜ญ๐˜ฐ-๐˜ฅ๐˜ณ๐˜ข๐˜ธ๐˜ฏ ๐˜ค๐˜ข๐˜ณ๐˜ต (๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ต๐˜ช) ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฅ ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ต๐˜ธ๐˜ฐ๐˜ธ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฅ ๐˜ค๐˜ข๐˜ณ๐˜ณ๐˜ช๐˜ข๐˜จ๐˜ฆ (๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช),โ€ begitu tulis Asnan lagi. Sekalipun kepopuleran keduanya juga punya jangka waktu, yang mana di masa-masa kemudian, moda transportasi modern yang berasal dari dunia maju perlahan-lahan juga merengsek masuk ke Sumatera Barat, terutama mobil dan kererta api, menggantikan yang tradisional. Bagaimana moda transportasi modern menggeser peran bendi sebagai moda transportasi tradisional, hal itu akan dibicarakan lebih jauh pada bagian di muka. Bagian berikut akan lebih dulu mengelaborasi bagaimana bendi tumbuh menjadi moda transportasi massal yang populer di mana terlebih dahulu didahului sebagai moda transportasi kalangan elite/kalangan terbatas.

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐˜‚๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—ต๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ถ๐—ผ๐—ฑ๐—ฒ ๐—ฎ๐˜„๐—ฎ๐—น: โ€˜๐—ฃ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ถ๐—ฎ๐—ปโ€™ ๐—ธ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—ฒ๐—น๐—ถ๐˜๐—ฒ

Dibandingkan bendi, pedati adalah moda transportasi yang lebih utama pada periode ini. โ€œ๐˜ˆ๐˜ญ๐˜ญ ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ฆ ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ด ๐˜ค๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ฅ ๐˜ฃ๐˜ฆ ๐˜ถ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฅ ๐˜ฃ๐˜บ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ต๐˜ช (๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ง๐˜ง๐˜ข๐˜ญ๐˜ฐ-๐˜ฅ๐˜ณ๐˜ข๐˜ธ๐˜ฏ ๐˜ค๐˜ข๐˜ณ๐˜ต๐˜ด). ๐˜›๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ข๐˜ช๐˜ฎ ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ข๐˜ฅ ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ต๐˜ธ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฌ ๐˜ธ๐˜ข๐˜ด ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ง๐˜ข๐˜ค๐˜ช๐˜ญ๐˜ช๐˜ต๐˜ข๐˜ต๐˜ฆ ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜จ๐˜ช๐˜ด๐˜ต๐˜ช๐˜ค๐˜ด ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜‹๐˜ถ๐˜ต๐˜ค๐˜ฉ ๐˜ด๐˜ช๐˜ฆ๐˜จ๐˜ฆ ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜‰๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ฐ๐˜ญ, ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ค๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ณ๐˜ฆ ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜—๐˜ข๐˜ฅ๐˜ณ๐˜ช,โ€ tulis Asnan pula. Dalam artikelnya, Asnan berbicara lebih panjang lebar mengenai pedati; jalur yang dilewati pedati, sais, hingga, jumlah bayaran tiap ton yang diterima. โ€œ๐˜—๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ต๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ณ๐˜ช๐˜ท๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ด ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ท๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฅ ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜จ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ด, ๐˜ธ๐˜ช๐˜ต๐˜ฉ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ด๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜ค๐˜ฆ ๐˜ค๐˜ฐ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฆ๐˜ด ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฅ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ญ๐˜ฆ ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ค๐˜ฌ๐˜ฉ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ด. ๐˜ˆ ๐˜ต๐˜ณ๐˜ช๐˜ฑ ๐˜ถ๐˜ด๐˜ถ๐˜ข๐˜ญ๐˜ญ๐˜บ ๐˜ด๐˜ต๐˜ข๐˜ณ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฅ ๐˜ซ๐˜ถ๐˜ด๐˜ต ๐˜ข๐˜ง๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ธ๐˜ฏ, ๐˜ข๐˜ต ๐˜ข๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ต 5 ๐˜ฐ๐˜ณ 6 ๐˜ข.๐˜ฎ. ๐˜›๐˜ณ๐˜ข๐˜ท๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜จ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ด ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ค๐˜ฆ๐˜ฅ ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ณ๐˜ช๐˜ด๐˜ฌ ๐˜ฐ๐˜ง ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜บ,โ€ tulisnya mengutip Kielstra (1886). Tetapi Asnan nyaris tidak mengelaborasi apa pun tentang bendi, sekalipun dia sempat mencatatnya sekali sebagai salah satu alat transportasi populer (bersama pedati) pada periode abad ke-19 yang menjadi fokus temporal pembicaraannya.

Di kurun Tanam Paksa Kopi, masuk akal belaka jika pedati menjadi lebih penting, karena memang daya angkutnya yang besar, mampu mengangkut 8-10 pikul (500-620 kg) muatan. Sementara bendi adalah alat angkut manusia, bukan alat angkut komoditi dagang sebagaimana pedati, sekalipun terkadang masing-masing juga mengangkut kedua jenis โ€˜penumpangโ€™ itu ketika dibutuhkan. Bendi tidak banyak disebut karena bukan merupakan moda transportasi untuk pengangkutan barang dalam jarak yang jauh pula, sementara penglihatan Asnan tampak lebih cendrung melirik bagaimana keterkaitan pertumbuhan perdagangan dengan moda transportasi, di mana pedati akan lebih berperan untuk itu.

Cikal bakal bendi di Minangkabau mungkin adalah bugi. Bugi merupakan kereta tanpa tingkap yang ditarik kuda, mungkin diciptakan agar dapat mengangkut penumpang lebih banyak dari sekedar kuda tunggangan. Bugi hadir sebagai moda transportasi kalangan elite, sehingga terkesan mewah lagi eksklusif. Hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang memiliki bugi. Bugi dijadikan lambang status para pemiliknya. Untuk itu, bugi cendrung menjadi kendaraan pribadi ketimbang massal. Moehammad Hatta, misalnya, yang berasal dari kalangan elite Minangkabau, berpose di atas sebuah โ€˜bugiโ€™ milik keluarganya pada 1912. Di bawah foto itu, yang termuat dalam memoirnya, Hatta menulis keterangan: โ€œAku waktu berumur 10 tahun, naik โ€œBugiโ€ di halaman rumah hendak pergi ke sekolahโ€.

Belum dapat dilacak sejauh ini, bagaimana kemudian bugi ditinggalkan, dan mengalami โ€˜modifikasiโ€™ menjadi bendi. Bendi, kereta yang ditarik kuda juga, tetapi keretanya memiliki tingkap, mungkin saja telah menggantikan bugi, atau setidak-tidaknya mengalahkan kepopuleran bugi sehingga menyebabkan bugi menjadi โ€˜barang antikโ€™.

Pengarang lagu mengenangnya sebagai โ€˜bugi lamoโ€™, merepresentasikan โ€˜keberlaluannyaโ€™. Sementara bendi (yang juga ditarik kuda) menjadi semakin populer, sekalipun pada awalnya juga sebagai โ€˜pakaianโ€™ kalangan elite.

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ธ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ ๐—บ๐—ผ๐—ฑ๐—ฎ ๐˜๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐˜€๐—ฝ๐—ผ๐—ฟ๐˜๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐˜€๐—ฎ๐—น, ๐—ฝ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—ฎ๐—ธ๐—ต๐—ถ๐—ฟ ๐—ฎ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฑ ๐—ธ๐—ฒ-๐Ÿญ๐Ÿต ๐—ต๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ฎ ๐Ÿญ๐Ÿต๐Ÿฏ๐Ÿฌ๐—ฎ๐—ป:

Kepopuleran bendi sebagai moda transportasi massal terjadi seiring tumbuhnya kota-kota kolonial dan [terutama, sebagaimana telah juga disinggung sebelum ini] setelah jalan raya berkembang dengan pesat pada akhir abad ke-19 di Sumatera Barat. Bendi menjadi primadona di kota-kota besar kolonial seperti Padang, Bukittingi, dan Payakumbuh. Pada 1892, misalnya, di Bukittinggi hanya terdapat 125 bendi; tetapi berkembang nyaris empat kali lipat pada tahun 1904 sehingga menjadi 531 bendi. Di Payakumbuh hanya ada 33 bendi tahun 1885, tetapi angka itu telah jauh melonjak menjadi 969 tahun 1903, dan terus bertambah hingga menjadi 1.200 pada tahun 1904. Di kota-kota tersebut, terdapat terminal bendi, artinya pemerintah kolonial tampak memberi perhatian terhadap moda transportasi jenis ini. Pada kurun ini, bendi tidak hanya melayani rute dekat dari pasar ke pasar di kota-kota penting kolonial, tetapi bahkan juga melayani rute perjalanan yang jauh menuju ke pesisir pantai. Bendi bahkan bisa melewati jalan-jalan dengan kontur yang ekstrim seperti jalur menanjak di Lembah Anai dan jalur menanjak dari Padangpanjang ke Solok Selayo.

Pada periode yang bersamaan sesungguhnya angkutan mobil dan kereta api juga telah mulai tumbuh. Dimulai sama-sama sejak akhir abad ke-19, keduanya telah saling bersaing merebut hati masyarakat pengguna transportasi.

Mobil telah didatangkan dari Singapuran pada 1896. Mengenai pertumbuhan mobil, catatan sejarah mengatakan bahwa pada awal 1920an telah terdapat lebih dari 3000 angkutan mobil di Sumatera Barat. Pada akhir dasawarsa yang sama jumlah mobil telah mencapai angka 7000. Angkutan mobil juga tumbuh seiring terus tumbuhnya jalan raya. Parada Harahap yang melakukan perjalanan ke Sumatera Barat pada 16-20 Oktober 1925 memberikan laporan bahwa โ€œ๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ต๐˜ฐ-๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ธ๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ข๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ-๐˜ด๐˜ข๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ต๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ฐ๐˜ฏ, ๐˜ฉ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ง๐˜ง๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ด๐˜ต๐˜ซ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ข๐˜ฌ๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ด๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ณ-๐˜ด๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ณ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข-๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข.โ€ Menurut Parada: โ€œ๐˜‰๐˜ข๐˜จ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ข๐˜ถ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฏ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ด ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ช ๐˜ฉ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ข๐˜ถ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ด ๐˜ช๐˜ต๐˜ฐ๐˜ฆ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฌ ๐˜ต๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ-๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ช๐˜ด๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜จ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ, ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ช ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ, ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข.โ€

Pada periode yang nyaris bersamaan kemuculannya dengan mobil, seiring ditemukannya batubara di Ombilin-Sawahlunto, kereta api juga hadir sebagai sarana transportasi baru di Sumatera Barat. Untuk memperlancar pengiriman batubara ke luar Sumatera Barat, pemerintah kolonial membangun jaringan kereta api dari Sawahlnto ke Emma Haven di selatan Padang. Kemudian, jalur itu diteruskan, sampai ke kota-kota penting Sumatera Barat lainnya, seperti Sijunjung, Pariaman, Bukittinggi, dan Payakumbuh. Keberadaan jalan kereta api ini menjadi โ€œdorongan besar bagi arus orang dan barang antara Padang dengan pusat-pusat penduduk di daratan tinggi,โ€ begitu tulis Colombijn.

Namun, dibanding naik kereta api, naik mobil relatif lebih murah ongkosnya. Jarak tempuh Padang-Padangpanjang, misalnya, untuk naik mobil penumpang hanya membayar 2,5 Gulden untuk satu orang. Sementara kereta api dengan tiket kelas satu penumpang bisa membayar 3, 2 Gulden untuk jarak yang sama. Untuk tiket kelas dua memang lebih murah dibanding dengan memakai mobil, hanya 1,74 Guldan, tetapi setelah dihitung-hitung dengan ongkos dari stasiun ke rumah atau sebaliknya, โ€œsoedah djadi melebihiโ€ 3 Gulden. Dengan perbandingan biaya perjalanan seperti demikian, Parada mencatat, โ€œโ€ฆ ๐˜ต๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ฉ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ต๐˜ฐ โ€ฆ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ข๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ด๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ช, ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ขโ€™๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ต๐˜ข-๐˜ข๐˜ฑ๐˜ชโ€.

Kehadiran mobil maupun kereta api memang telah mengejala dalam masyarakat Sumatera Barat setidaknya hingga 1930, sebelum depresi ekonomi melanda dunia. Tetapi, itu tidak lantas menggantikan peran bendi sebagai moda transportasi. Harus pula diingat bahwa mobil maupun kereta api dipergunakan orang untuk perjalanan jarak jauh, sementara untuk perjalanan jarak pendek orang lebih memilih naik bendi saja, sekalipun tidak jarang juga melayani rute-rute jarak jauh juga.. Hal ini di antaranya disebabkan karena pada kasus kereta api, misalnya, kereta api telah memiliki rute-rute yang tetap dari stasiun ke stasiun yang relatif berada dekat dengan daerah perkotaan, sehingga tidak bisa melayani jalur-jalur di luar rute itu, artinya tidak bisa menjangkau daerah-daerah yang relatif jauh dari stasiunnya. Jika pun orang menggunakan kereta api, tetapi pengangkutan dari tempat bertolak/tempat tinggal ke stasiun atau sebaliknya masihlah menggunakan bendi. Sementara untuk kasus mobil, pada kurun awal ini mobil masih merupakan sarana transportasi eksklusif, digunakan kebanyakan oleh kalangan saudagar, sehingga ongkos mobil dapat dikatakan masih relatif mahal untuk kantong kebanyakan pribumi. Selain itu, mobil belum melayani rute-rute jarak pendek dari kampung ke kampung, karena rute mobil hanya menempuh jalan-jalan raya, sementara lebih banyak lagi daerah-daerah terutama kampung-kampung yang tidak berada di pinggir jalan raya, atau belum tersentuh pembangunan jalan raya yang memadai. Oleh sebab itu, jikapun mobil yang dipilih untuk perjalanan jauh, alat angkut dari rumah/tempat tinggal menuju terminal atau tempat pemberhentian di jalan raya masihlah menggunakan bendi.

Untuk kasus Payakumbuh sendiri pada periode ini, telah ada rute mobil tambangan/angkutan dan kereta api. Parada mencatat, pada 1925, dari Bukittinggi ke Payakumbuh dapat ditempuh dengan kereta api dan mobil, dengan sewa yang tidak jauh berbeda, tidak sampai 2 Gulden. Parada tidak menjelaskan lebih jauh bagaimana atau dengan perhubungan antar kampung dalam daerah Payakumbuh itu sendiri terjalin. Payakumbuh, kata Parada, pasarnya dikunjungi tidak kurang โ€œ30.000 ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ช๐˜ข.โ€ Pasar Payakumbuh โ€œ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ญ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ฆ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฐ ๐˜š๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข ๐˜‰๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ตโ€. ๐˜–๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ-๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช โ€œ๐˜ด๐˜ฆ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฑ 50 ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข, ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ-๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข, ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ญ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข, ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ญ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ญ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ฐ๐˜ฆ๐˜ข๐˜ญ, ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ, ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ-๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ข๐˜ต๐˜ฐ๐˜ฆ ๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฆ, ๐˜ฉ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ช๐˜ต๐˜ฐ๐˜ฆ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข๐˜ช.โ€ ๐˜‹๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ญ๐˜ช๐˜ต๐˜ข๐˜ด ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜—๐˜ข๐˜บ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช โ€˜๐˜ด๐˜ฆ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฑ 50 ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ขโ€™ itu berlangsung. Parada tidak menjelaskannya, tetapi sudah dapat diduga bahwa mobilitas itu menggunakan bendi sebagai moda utamanya.

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ธ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ ๐—ฝ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ ๐—ฎ๐—ธ๐—ต๐—ถ๐—ฟ ๐—ธ๐—ฒ๐—ธ๐˜‚๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ธ๐—ผ๐—น๐—ผ๐—ป๐—ถ๐—ฎ๐—น ๐—•๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ ๐—ต๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ฎ ๐—ฎ๐˜„๐—ฎ๐—น ๐—ธ๐—ฒ๐—บ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฑ๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—œ๐—ป๐—ฑ๐—ผ๐—ป๐—ฒ๐˜€๐—ถ๐—ฎ

Sudah kita lihat bahwa setidak-tidaknya menjelang pecah Perang Dunia II, mobil sewaan atau outobus memang tumbuh dengan ramai. Pada 1930an, misalnya, โ€œterdapat beberapa buah perusahaan gabungan otobis partikelir kepunjaan bangsa Indonesia dan bangsa lainnja.” Namun, setelah Perang Dunia II pecah, sebagian kendaraan-kendaran itu tidak digunakan sebagai alat angkut lagi, tetapi digunakan oleh pemerintah Belanda untuk โ€œkepentingan siasat dan pertahanannyaโ€™โ€ yaitu untuk mengangkut para anggota militer dan alat-alat perang dari satu daerah ke daerah lain.

Karena digunakan untuk alat angkut militer, maka ketika Jepang akhirnya menyerbu, banyak kendaraan-kendaraan itu yang hancur karena menjadi sasaran serangan bom Jepang. Selain itu, banyak juga kendaraan-kendaraan itu yang dihancurkan sendiri oleh Belanda untuk tujuan โ€˜siasat bumi hangusโ€™โ€”agar tidak dapat dimanfaatkan oleh militer penakluk.

Oleh sebab itu, selama periode Jepang angkutan mobil dapat dikatakan tidak lagi berfungsi, yang dengan begitu bendi sebagai alat angkut terutama orang semakin banyak digunakan. Sebuah foto dari periode Jepang menujukkan keramaian terminal bendi di Fort de Kock. Apalagi, para periode ini, โ€œbahwa dizaman pendudukan tentara Djepang, didaerah Sumatera Tengah, didapati sangat sedikit sekali oto pengangkut kepunjaan rakyat. Dan oto-oto jang masih ada, digabungkan oleh militer Djepang dalam suatu gabungan semi djawatan militer Djepang.

Keadan ini tidak jauh berubah setelah Indonesia merdeka pada 1945. Sekalipun telah dibentuk oleh pemerintah sebuah badan yang diberi nama POLL (Perusahaan Oto Lalu Lintas yang kemudian menjelma menjadi Pedjabat Lalu Lintas, yang tidak lama setelah itu berdiri pula PON Ste. (Perusahaan Oto Negara di Sumatera Tengah, Tujuan jawatan itu untuk dibentuk adalah untuk keperluan mengangkut barang-barang keperluan pemerintah. Bersamaan dengan itu dibentuk pula oleh pemerintah โ€œsuatu badan pengangkutan jang diberi bernama dengan D.A.M.R.I. (Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia)โ€. Namun, semua itu tidak banyak membantu.

Di tengah kondisi darurat masa perang, โ€œ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ-๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ข๐˜ญ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ด๐˜ข๐˜ฌ, ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ-๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข (๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฏ) ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ตโ€. Lebih lanjut dicatatkan: โ€œMasa antara pendudukan Djepang dengan penjerahan kedaulatan, dalam lapangan lalu lintas di Sumatera Tengah hanya dipakai tjikar (pedati) dan oleh sado (bendi), karena oto-oto jang masih tinggal hanya dipakai untuk keperluan Angkatan Perang dan Pemerintah sadja.โ€

Pada kurun inilah, Marzuki Sutan Bagindo, mantan Walinagari Kamang, pada 1946 merantau ke Payakumbuh, dengan membawa bendi 3 pasang, berkandang di Labuah Basilang. Bendi-bendi itu dicarikan kusirnya, orang-orang Payakumbuh sendiri yang mau bekerja kepadanya. Rutenya, Pasar Payakumbah โ€“ Batang Tabik, Pasar Payakumbuh โ€“ Limbukan, Pasar Payakumbuh โ€“ Taram, dengan ongkos 20 rupiah.

Pada kurun tersebut, banyak sekali juragan bendi, belasan orang. Beberapa nama penguasa bendi pada masa itu, di antaranya, selain Marzuki, ada Amid Kayo, Karumin, dan beberapa keturunan Cina sepanjang Labuah Basilang hingga Batang Agam.

Sistem penggajian bendi, sistem setoran kepada pemilik bendi. Tabiat kusir bendi dikonotasikan buruk, tidur di kandang kuda, tidak jarang memelihara โ€˜anakโ€™ jawiโ€™, anak-anak yang bertugas membantu si kusir menyabit rumput dan memandikan kuda. Kusirlah yang menggajinya, bukan si pemilik kuda.

Bendi-bendi sempat tidak berorepasi ketika Agresi Militer berlangusung, di mana orang-orang mengungsi. Marzuki dan keluarganya, misalnya, pada 1948-1949, mengungsi ke Sikabu-kabu, yang dengan otomatis usaha bendinya tidak berjalan. Tetapi setelah Agresi Militer usai, usaha bendinya beroperasi seperti semula. Usahanya bahkan terus berkembang. Pada 1950-1953, misalnya, bendi-bendi Marzuki telah bertambah menjadi belasan buah. โ€œPayakumbuh rajo bendi!โ€ kata anak Marzuki, Rusli Marzuki Saria.[38] โ€œRata-rata transportasi pada kurun itu bendi!โ€. Sepanjang jalan Koto nan Ampek, banyak pandai besi pembuat bendi pada kurun ini. Di samping itu, ada juga yang membeli bendi ke Padang, di daerah Lubuak Aluang terkenal sebagai daerah pembuat bendi yang bermutu tinggi.[39]

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐˜‚๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—ต๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ถ ๐˜€๐—ฒ๐˜๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐Ÿญ๐Ÿต๐Ÿฑ๐Ÿฌ๐—ฎ๐—ป: โ€˜๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐˜€๐—ฎ๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ปโ€™ ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—ผ๐˜๐—ผ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐—ฝ๐˜‚๐—ฟ

Setelah revolusi kemerdekaan berakhir pada 1950, moda transportasi tumbuh dengan lebih baik. Kekuarangan-kekurangan semala perang kemerdekaan segera dapat diperbaiki oleh pemerintah, dengan memberikan โ€œsurat izin pembelian oto oleh prioriteits-commissi kepada perusahaan-perusahaan oto partikelirโ€. Dengan kebijakan itu, perlahan-lahan kesibukan di jalan-jalan raya Sumatera Tengah dipulihkan kembali, perusahaan-perusahaan bis mulai berkembang dan mobil-angkutan perlahan-alah bertumbuh.

Pada 1950, di Sumatera Tengah terdapat โ€œsebanjak 70 buah perusahaan atau pergabungan oto bis. 70% di antaranya adalah milik bangsa Indonesia dan 25% jang lainnja dimiliki bangsa asing.

Lebih lanjut dilaporkan: โ€œ๐˜”๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ต๐˜ซ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ธ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜š๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข ๐˜›๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต 32 ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ซ๐˜ฆ๐˜ค๐˜ต ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ต๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ญ๐˜ข๐˜ญ๐˜ถ๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ-๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ด๐˜ฆ๐˜จ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ข ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ต๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข. ๐˜—๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ถ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข ๐˜—๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ท๐˜ช๐˜ฏ๐˜ด๐˜ช (๐˜‰๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช) ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข-๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต-๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฑ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ท๐˜ช๐˜ฏ๐˜ด๐˜ช ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ญ๐˜ข๐˜ญ๐˜ถ๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ญ๐˜ช. ๐˜๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ธ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ต๐˜ถ-๐˜ธ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ด๐˜ช๐˜ฎ ๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ซ๐˜ฆ๐˜ค๐˜ต ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ด๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฑ ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ต ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ณ๐˜ข,โ€

โ€œ๐˜š๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข 366 ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ต๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฉ๐˜ช๐˜ญ๐˜ช๐˜ณ ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ณ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜š๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข ๐˜‰๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ต ๐˜ด๐˜ข๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ข๐˜ต๐˜ถ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ข๐˜ต๐˜ถ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต. ๐˜š๐˜ฆ๐˜ต๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ยฝ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฎ, ๐˜—๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜‰๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ 7๐˜ข-8 [๐˜ด๐˜ช๐˜ค!] ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ด๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช 75 ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด. ๐˜‰๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜—๐˜ข๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฉ ๐˜ซ๐˜ถ๐˜จ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ต๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ 30 ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ต ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ 4 ๐˜ข 5 ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜จ๐˜ข๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ.๐˜‹๐˜ถ๐˜ข ๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ช ๐˜ต๐˜ช๐˜จ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ๐˜ช ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜—๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ๐˜ถ, ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜™๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜™๐˜ช๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜”๐˜ถ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฐ ๐˜›๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฐ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜‹๐˜ซ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ช, ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฎ ๐˜ญ๐˜ข๐˜จ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข-๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข ๐˜—๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ, ๐˜—๐˜ข๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฉ, ๐˜—๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜—๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜‰๐˜ข๐˜ต๐˜ถ ๐˜š๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข-๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ. ๐˜‹๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜‰๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜—๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜‰๐˜ข๐˜ณ๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ 3 ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜จ๐˜ข๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ต๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช.โ€

Selain bis-bis untuk angkutan manusia, mobil angkutan barang juga sudah tumbuh pesat. โ€œ๐˜š๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ-๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ต๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ฆ๐˜จ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜š๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข ๐˜›๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ 6037 ๐˜ฌ๐˜ฎ 880 ๐˜ฌ๐˜ฎ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜•๐˜ฆ๐˜จ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข, 2188 ๐˜ฌ๐˜ฎ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜—๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ด๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ 2968 ๐˜ฌ๐˜ฎ๐˜ฐ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜’๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ถ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ญ๐˜ข๐˜จ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ธ๐˜ช๐˜ญ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข๐˜ฉ, ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ช ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ต๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ด, ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฉ-๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฉ ๐˜ญ๐˜ข๐˜จ๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ, ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ด๐˜ข๐˜ต๐˜ถ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ต๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช.โ€

Namun, sekalipun telah ada bus dan kereta api sebagai angkutan massal yang semakin popuer dan ramai, masyarakat tampaknya tidak serta merta meninggalkan bendi, sekalipun yang terakhir ini jauh kalah kencang. Sampai tahun 1950, bendi masih menjadi salah satu moda transportasi utama yang belum kalah bersaing dengan mobil/bus dan kereta api. Orang-orang masih menggunakan bendi sebagai alat angkutan yang populer sekalipun tidak lagi untuk perjalanan-perjalanan jarak jauh. Bendi digunakan untuk sarana angkutan jarak pendek antara satu kampung dengan kampung lain, dari pekan ke pedan, dan sebagai angkutan dalam kota, karena sejauh ini angkutan pedesaan (angdes) dan angkutan perkotaan (angkot) belum banyak diadakan pemerintah. Di samping ada juga bendi digunakan untuk sarana transportasi antar kota, tetapi itu hanya untuk kota-kota yang berjarak dekat, semisal antara Bukittingi dan Payakumbuh pada kurun ini masih ditemui orang naik bendi.

Sepanjang jalan dalam perjalanan dari Bukittinggi ke Payakumbuh, jalan raya masih diramaikan oleh sarana transportasi modern dan tradisional. Keluarga Tjahaja, yang membawa anak-anaknya melancong ke Minangkabau pada 1950 menulis: Perjalanan Padang-Payakumbuh pada 1950, โ€œ๐˜”๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ญ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ต๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ถ ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜œ๐˜ต๐˜ข๐˜ณ๐˜ข, ๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ญ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ช ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด2, ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ต๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ2.” Kadang-kadang orang-orang masih memilih naik bendi untuk perjalanan sejauh Bukittinggi-Payakumbuh atau sebaliknya. Seperti keluarga Tjahaja yang berjalan-jalan untuk berbelanja ke Bukittinggi. Perjalanan dari Payakumbuh mereka menggunakan mobil, tetapi ketika akan pulang ke Payakumbuh, mereka lebih memilih menyewa bendi. โ€œDengan dua deleman mereka pulang membawa pembelian itu.โ€

Pemandangan di depan sebuah rumah gadang pada 1950: โ€œ๐˜‰๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ2-๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜จ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ณ๐˜ข2 ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ 10 ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ต ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช 5 ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ, ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข : โ€˜๐˜ด๐˜ช๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ถ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ถ๐˜ตโ€™, ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ2 ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ข๐˜ด๐˜ข, ๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข โ€˜๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฆ๐˜ฌโ€™, ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฌ. ๐˜™๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ช๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ถ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ถ๐˜ต ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ข๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ฉ, ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ข๐˜ณ, ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ข๐˜ณ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ฏ. ๐˜š๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ถ๐˜ต๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏโ€ฆ.โ€

Dalam keluarga Minangkabau, pada 1950, bendi juga masih menjadi bagian berharga. Pada sebuah keluarga di Payakumbuh, misalnya, bendi menjadi salah satu kekayaan yang diwariskan sebagai harta pusaka kaum. Limbak Tjahaja menulis: โ€œ๐˜š๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ช ๐˜—๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ด๐˜ช ๐˜Œ๐˜ฎ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ต๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ด๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ด๐˜ข๐˜ธ๐˜ข๐˜ฉ 1/2 ๐˜๐˜ˆ, ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฉ๐˜ฐ๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข 50 ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ, ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข 1 ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ณ, ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ถ 5 ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ณ.โ€

Pada kurun itu juga, bendi yang tradisional masih disandingkan penyebutannya dengan mobil sebagai wakil dari dunia modern, keduanya dikesankan mewakili dunia โ€˜masa kiniโ€™.

โ€œ๐˜ž๐˜ข๐˜ฌ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ˆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฌ2, ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ต๐˜ข ๐˜ˆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฉ, ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ2 ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ณ๐˜ช, ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข๐˜ช โ€ž๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ข๐˜ด ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฅ๐˜ชโ€. ๐˜›๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ2 ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ช ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ธ๐˜ข๐˜ด๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ธ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช 26 ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ต๐˜ข๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฏ. ๐˜‰๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ-๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข2 ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ. ๐˜œ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ต๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ2 ๐˜ฌ๐˜ฎ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข 12 ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ถ. ๐˜‘๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ช๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ2 ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ญ, ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ด๐˜ช๐˜ฉ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฌ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ช๐˜ณ. ๐˜”๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ. ๐˜ž๐˜ข๐˜ฌ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜—๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ข ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ข๐˜ณ๐˜จ๐˜ข ๐˜ˆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ˆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ข๐˜ญ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ต๐˜ถ ๐˜จ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ. ๐˜‰๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ข ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ข๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ.โ€

โ€ž๐˜’๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฌ2 ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ญ ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜จ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข, ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ช๐˜ธ๐˜ข ๐˜ณ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข. ๐˜”๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ด ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ.โ€

Namun, kondisi itu tampaknya hanya berlangsung hingga akhir 1950an. Sempat terhenti akibat PRRI, namun setelah pergolakan, bendi tumbuh lagi dengan pesat di Payakumbuh. Tetapi pertumbuhan kembali itu tidak berlansung lama. Pada dekade 1960an hadir lebih banyak minibus (dengan muatan 20an orang) yang melayani rute dari pekan ke pekan (dari pasar ke pasar), rute yang sebelumnya nyaris sepenuhnya dikuasai bendi. Sementara untuk rute jarah jauh antar-kota, semisal dari Payakumbuh ke Bukittingi atau sebaliknya, tersedia kereta api dan sedikit bus serupa โ€˜Atomโ€™, โ€˜Puslaโ€™, dan โ€˜Sinamarโ€™. Dengan hadirnya minibus-minibus itu, bendi perlahan-lahan mulai berkurang, untuk tidak mengatakan lenyap dari jalan raya.

Memasuki tahun 1970an zaman menjadi tidak berpihak lagi kepadanya. Seiring pertumbuhan kota-kota modern dan semakin pesatnya perusahaan otobus, kuda-bendi terdepak lebih jauh lagi: kuda-bendi mengganggu keindahan kota karena kotorannya, dan mungkin juga karena keudikannya yang kontradiktif dengan โ€˜pembangunanโ€™ yang tengah hingar-bingar dicanangkan. Trayek untuk bendi semakin dipersempit, bahkan telah dimulai sejak awal 1970an.

Aneka Minang pada Februari tahun 1972 melaporkan, bahwa โ€œ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช-๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ณ๐˜ข๐˜บ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜”๐˜ช๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ. ๐˜‰๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ด๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ข๐˜ณ๐˜ถ๐˜ด ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ท๐˜ข๐˜ด๐˜ช ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฐ, ๐˜ต๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฎ ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ต.โ€

Sementara di kota Payakumbuh yang terkenal sebagai kota โ€œ๐˜ด๐˜ช๐˜ฅ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฌโ€ di samping kota gelamai, ruang gerak bendi telah pula diciutkan. Pusat kota dinyatakan sebagai zona DBB atau daerah bebas bendi. Alasannya menurut pihak Balai Kota, demi ketertiban lalu lintas dan keindahan kota. โ€œ๐˜›๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต2 ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฐ๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜จ๐˜ฆ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ด๐˜ข๐˜ต ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข ๐˜ต๐˜ข๐˜ฃ๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข2 ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช. ๐˜‰๐˜ฆ๐˜ค๐˜ข2 ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ด๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ช ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฅ๐˜บ๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ด๐˜ถ ๐˜ต๐˜ด๐˜ฃ. ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช๐˜ด ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ด๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜จ,โ€ demikian dilaporkan Aneka Minang.

Fungsinya bukan lagi sebagai alat transportasi manusia, tetapi telah mendapatkan nilai baru sebatas sebagai โ€˜๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ถ๐˜ฎ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏโ€™ dalam agenda pendukung pariwisata yang dikembangkan pemerintah kota/daerah. Jalan ke arah itu telah dimulai sekira pada awal 1972.

Aneka Minang pada tahun itu melaporkan: โ€œ๐˜š๐˜ฆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜š๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช๐˜ธ๐˜ช๐˜ด๐˜ข๐˜ต๐˜ข, ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ-๐˜ฏ๐˜บ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ต2 ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ต๐˜ถ๐˜ณ๐˜ช๐˜ด. ๐˜‹๐˜ช๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ต๐˜ถ๐˜ณ๐˜ช๐˜ด ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ-๐˜ด๐˜ช๐˜จ๐˜ฉ๐˜ต ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฆ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ข๐˜น๐˜ช. ๐˜›๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ด๐˜ต๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ด๐˜ช ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ฆ๐˜ด๐˜ถ๐˜ข๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ค๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜จ. ๐˜’๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข2 ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ด๐˜ช๐˜ณ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ซ๐˜ถ๐˜จ๐˜ข ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ถ๐˜ด ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ.

โ€œ๐˜›๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ญ๐˜ข๐˜จ๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ข๐˜ต ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช2 ๐˜ต๐˜ถ๐˜ณ๐˜ช๐˜ด ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜”๐˜ข๐˜ต ๐˜’๐˜ถ๐˜ด๐˜ช๐˜ณ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ฎ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ค๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฌ-๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ถ ๐˜š๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜“๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ด๐˜ช๐˜ข2 ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ข ๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข.โ€