Kuantan Singingi – Aksi kekerasan terhadap jurnalis kembali mencoreng kebebasan pers di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Seorang wartawan menjadi korban pelemparan batu saat meliput penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Teluk Bayur, Kecamatan Cerenti.
Forum Pers Independen Indonesia (FPII) mengecam keras peristiwa ini. Ketua FPII, Rusman, mendesak Kapolres Kuansing AKBP Raden Ricky Pratidiningrat, S.I.K., M.H. agar segera mengusut dan menangkap pelaku yang menyerang wartawan di tengah peliputan.
“Ini adalah bentuk serangan terhadap kebebasan pers! Kami meminta Kapolres Kuansing bertindak cepat. Pelaku harus ditangkap dan diproses sesuai hukum. Wartawan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Rusman.
Ia mengingatkan bahwa menghalangi atau menyerang jurnalis bukan perkara ringan.
“Jangan coba-coba mengintimidasi atau melukai wartawan! Kami tidak akan diam dan akan melaporkan setiap bentuk kekerasan kepada penegak hukum,” ujarnya.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Pers, setiap orang yang sengaja menghambat atau menghalangi tugas wartawan dapat dikenai pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
Menanggapi insiden tersebut, Kasi Humas Polres Kuansing IPTU Aman Sembiring, S.H., menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dan sedang menyelidiki kejadian itu.
“Kami sudah menerima laporan. Tim sedang bekerja untuk mengidentifikasi pelaku. Kami berkomitmen memberikan perlindungan kepada setiap jurnalis yang bertugas di lapangan,” ujar IPTU Aman Sembiring.
Peristiwa itu terjadi saat wartawan mendampingi aparat dalam operasi penertiban tambang emas ilegal yang dilakukan jajaran Polres Kuansing. Serangan tersebut diduga dilakukan oleh oknum yang keberatan dengan peliputan aktivitas PETI.
FPII menilai tindakan itu sebagai upaya sistematis membungkam peliputan fakta. Organisasi ini menyatakan akan mengawal kasus ini hingga tuntas, demi menjaga perlindungan hukum dan keselamatan insan pers.
(FM)
